Teknologi
Sabtu, 5 Desember 2015 - 02:40 WIB

AKSES INTERNET : 2021, Pengguna Layanan 5G Diprediksi 150 Juta Orang

Redaksi Solopos.com  /  Haryo Prabancono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi Perkembangan Akses Internet (Detik)

Akses Internet 5G saat ini belum ada di Indonesia. Tapi layanan tersebut diprediksi digunakan 150 juta pengguna.

Solopos.com, JAKARTA — Layanan akses Internet 5G diprediksi digunakan oleh 150 juta pengguna tahun 2021. Peluncuran perdana 5G akan dilakukan saat Olimpiade 2020, benarkah?

Advertisement

Seperti dikutip dari Detik, Jumat (4/12/2015), menurut Ericsson Mobility Report, gong peluncuran perdana akses Internet 5G akan berlangsung saat Olimpiade 2020 mendatang. Korea Selatan, Jepang, Tiongkok, dan Amerika Serikat akan langsung tancap gas menggebernya.

Nah, empat negara tersebut diyakini akan mengalami penyerapan pelanggan akses Internet 5G yang tercepat. Total akan ada 150 juta pelanggan yang menggunakan akses Internet mobile broadband generasi kelima tahun 2021.

Advertisement

Nah, empat negara tersebut diyakini akan mengalami penyerapan pelanggan akses Internet 5G yang tercepat. Total akan ada 150 juta pelanggan yang menggunakan akses Internet mobile broadband generasi kelima tahun 2021.

Lantas, bagaimana dengan Indonesia? Jul menilai, Indonesia bisa saja ikut mengimplementasikan akses Internet 5G nantinya. Asalkan, pemerintah dan regulator telekomunikasi di negeri ini bisa membereskan dulu permasalahan tentang alokasi frekuensi.

“Indonesia bisa saja menuju akses Internet 5G asalkan bisa menyediakan alokasi frekuensi tambahan,” kata President Director Ericsson Indonesia, Thomas Jul, di Marche, Plaza Senayan, Jakarta, Kamis (3/12/2015).

Advertisement

“Indonesia masih bisa dapat tambahan alokasi frekuensi yang banyak. Mulai dari unlicensed band seperti yang digunakan untuk Wifi 2,4 GHz dan 5 GHz, spektrum narrowband, bahkan spektrum di atas 2 GHz lainnya,” kata dia.

Belum lagi, Indonesia masih punya frekuensi’emas di 700 MHz yang masih ditempati oleh TV analog. Kemudian, ada pula spektrum 2,6 GHz selebar 150 MHz yang saat ini dihuni oleh TV berbayar. Semua itu, kata Jul, memungkinkan untuk didaur ulang untuk mobile broadband seiring makin canggihnya teknologi.

“Nanti frekuensi-frekuensi itu bisa menggunakan carrier aggregation. Sehingga alokasi spektrum yang ada, meski berbeda-beda frekuensi, tetap bisa maksimal untuk 5G, misalnya,” lanjut dia.

Advertisement

Ericsson sendiri belum lama ini telah bekerja sama dengan XL Axiata untuk menguji coba akses Internet 4G berkecepatan hingga 300 Mbps atau bisa disebut jaringan 4,5G. Akses yang mendekati 5G itu bisa diwujudkan dengan menggabungkan teknologi Long Term Evolution (LTE) dengan License Assisted Access (LAA).

Dalam hal ini, penggabungan teknologi LTE dan LAA akan dilakukan dengan mengkombinasikan frekuensi milik XL (licensed) di 900 MHz, 1.800 MHz, dan 2,1 GHz dengan frekuensi bebas (unlicensed) yang biasanya digunakan untuk Wifi di 5 GHz.

Menurut Jul, implementasi akses Internet 4G LTE-A LAA ini bisa dibilang sebagai langkah awal operator menuju penerapan jaringan 5G. Komersialisasi LTE-LAA sendiri ditargetkan siap pada Maret 2016 mendatang.

Advertisement

Sementara dikutip dari Okezone, Huawei serius melakukan pengembangan terhadap generasi kelima telekomunikasi atau biasa dikenal akses Internet 5G.

Vice President and Head of International Media Affairs, Huawei Technologies, Daniel Joseph Kelly, mengaku, dirinya tidak mempunyai kepastian kapan kemampuan Internet super cepat tersebut bisa dinikmati warga Asia.

“Tiongkok diperkirakan akan menggunakan untuk awal 5G karena menjadi salah satu pasar yang melakukan pengembangan generasi tersebut. Disusul Rusia dan beberapa wilayah lain seperti Jepang dan Korea,” kata Daniel saat menjawab pertanyaan Okezone.

Untuk wilayah Asia lainnya, termasuk Indonesia, semua tergantung operator yang akan membawanya. “Membangun teknologi akses Internet generasi kelima membutuhkan investasi yang tidak sedikit, karena investor tidak bisa langsung menikmati hasilnya saat itu juga. Mereka harus menunggu beberapa waktu agar dana investasinya kembali,” tuturnya.

Kebanyakan, lanjut Daniel, investor tidak mau memberikan dananya apabila tidak memiliki kepastian kembalinya modal. “Ketika di situ ada kesempatan dan pasar untuk hal tersebut, maka investor akan masuk ke dalamnya,” tukasnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif