SOLOPOS.COM - Project Loon Google (Youtube)

Akses Internet di Indonesia bertambah semarak dengan kehadiran Helion yang siap menandingi Project Loon Google.

Solopos.com, JAKARTA — Di tengah euforia menyambut uji coba teknis balon Google alias Project Loon di awal kuartal pertama 2016, Menkominfo Rudiantara ternyata tidak tinggal diam dan menyiapkan balon serupa karya anak bangsa yang dijuluki Loon Wifi.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Balon Internet atau Loon Wifi itu bernama Helion, buatan startup INSITEK asal Bandung pimpinan anak muda yang bernama Hagorly M. Hutasuhut. Hargorly merupakan mahasiswa Indonesia yang pernah mengenyam pendidikan di Institut Teknologi Bandung dan University College London.

“Sejak pertengahan 2015, saya sudah berhubungan dengan teman-teman yang mengembangkan balon yang saya istilahkan Loon Wifi. Ini sebelum saya mengambil putusan tentang Google Loon,” ungkap Rudiantara, dikutip dari Detik, Sabtu (9/1/2016).

Menteri yang akrab disapa Chief RA itu baru saja mengunjungi mereka di kampus Ganesha ITB, Bandung, untuk mendengarkan presentasi terbaru dari Hagorly sembari menyaksikan tampilan fisik dari balon Helion itu.

“Kami ingin menunjukkan dukungan pemerintah terhadap karya anak bangsa dengan tetap mengikuti perkembangan di level internasional,” kata Rudiantara lebih lanjut.

Balon yang bernama Helion itu bukan seperti balon kebanyakan, karena balon ini berkonsep Flying BTS atau base station terbang yang ditambatkan atau dikendalikan dari jarak jauh.

Loon Wifi tersebut menggunakan koneksi VSAT dan fiber optik sebagai backhaul agar dapat membagi koneksi via Wifi dalam cakupan yang luas tanpa khawatir mengalami penurunan kualitas sinyal.

Selain berfungsi sebagai Flying BTS, Helion juga bisa digunakan sebagai media advertising saat diterbangkan atau melakukan pemetaan penting lainnya untuk kebutuhan nasional.

Selain itu dengan Helion, kita bisa memantau kondisi pertanian, perikanan dan mengetahui pelanggar batas wilayah Indonesia. Termasuk mengetahui daerah rawan bencana karena fitur pencitraan Helion layaknya satelit jarak dekat.

Sementara itu akses Internet dan informasi di Indonesia belum merata, khususnya di daerah tertinggal, terpencil, dan perbatasan. Di daerah tersebut, dari segi feasibility, kehadiran BTS milik operator seluler belum memungkinkan. Namun untungnya, ada satu teknologi alternatif yang dapat mengisi kekosongan celah di atas, yakni Open BTS.

Dalam suasana santai di markas ICT Watch di kawasan Tebet Barat Dalam, Kamis (7/1/2016). para pegiat Open BTS berkumpul untuk berbagi cerita dan pengalaman mengenai Open BTS. Menariknya, diskusi itu juga dihadiri oleh Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara.

Saat menanggapi paparan dari para pegiat open BTS, ia menetapkan tiga syarat yang harus dipenuhi oleh Open BTS. “Pertama, enggak boleh dikomersialkan,” kata Rudiantara, dikutip dari Liputan6.com, Sabtu.

Kedua, penggunaan frekuensi oleh Open BTS akan dibuat sedemikian rupa supaya legal. Artinya, Open BTS akan mendapat saluran frekuensi dan tidak akan dikenai biaya hak penggunaan frekuensi. Dan terakhir adalah no service level.

“Pengguna tidak boleh menuntut layanan Open BTS sebagus operator seluler. Jangan samakan dengan layanan operator seluler yang berbayar, dong. Namanya juga gratisan,” dia menegaskan.

Bicara soal kemampuan, apabila dibandingkan dengan operator seluler, Open BTS ini dapat menangani layanan suara, pesan teks, serta GPRS dengan melakukan sedikit konfigurasi pada router. Bahkan melalui konfigurasi lebih lanjut bisa sampai 3G atau 4G seperti yang dilakukan pegiat Open BTS di Amerika Serikat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya