Teknologi
Sabtu, 9 Agustus 2014 - 21:30 WIB

"Buat Apa Follow Akun TrioMacan?"

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Twitter

Solopos.com, JAKARTA — Semakin maraknya netizen (pengguna internet) yang memberikan informasi di media sosial belum diikuti sepenuhnya dengan kedalaman informasi. Fenomena ini dapat mengakibatkan pendangkalan cara berpikir dan keengganan anak muda yang mendominasi penggunaan media sosial untuk mengetahui segala hal yang terjadi secara lengkap.

Itulah benang merah dari diskusi di sesi 1 Youth Hangouts yang mengulas tema New Media TechnologyYouth Activism 2.0 dalam acara Youthnesian 2014 yang diselenggarakan di Balai Kartini Jakart, Sabtu (9/8/2014).

Advertisement

Tampil sebagai pembicara yakni Editor in Chief Tempo, Arief Zulkifli; Co-Creator Provocative Proactive, Pengeran Siahaan; Co-Founder Kartunet, Dimas Muharam; dengan dipandu moderator Afra Suci Ramadhan. Arief Zulkifli mengatakan anak muda sering tidak mau lebih jauh mendalami apa yang dia informasikan atas apa yang disaksikannya. “Misalnya, kalau ada kemacetan, ya cuma bilang kemacetan, tidak mau memverifikasi apa yang terjadi,” ujarnya.

Menurut dia, anak muda memiliki daya untuk menginformasikan lebih dan setidaknya memenuhi 5W+1H (What, When, Where, Who, Why, dan How) sehingga turut berpartisipasi dalam pemberian informasi kepada publik. Begitu pula dalam mengonsumsi informasi, Arief menuturkan netizen sering merasa puas dengan hanya melihat judul berita tanpa membuka link berita yang muncul di media sosial untuk mengetahui informasi lebih lanjut.

“Karena itu kami sendiri sebagai media pun mendorong untuk menyajikan informasi yang betul-betul lengkap di media sosial,” tuturnya.

Advertisement

Pangeran Siahaan menilai anak muda sering menganggap benar apa yang ada di media sosial, bahkan dari sumber yang tidak kredibel, sebagai bukti telah terjadinya kedangkalan dalam melihat informasi. “Siapa di sini yang follow akun TrioMacan? Menurut gue, buat apa coba mem-follow akun itu yang betul-betul tidak bisa dipertanggungjawabkan.”

Padahal, sambungnya, media sosial memiliki daya yang sangat luar biasa untuk membuat perubahan seperti yang terjadi saat ada gerakan pengumpulan koin untuk Prita dan soal Bibit-Chandra. “Itu yang mungkin sudah tidak ada lagi,” ujarnya.

Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif