Teknologi
Kamis, 13 Maret 2014 - 03:42 WIB

INDONESIA GRAFIKA EXPO SOLO 2014 : Teknologi Percetakan Indonesia Telat 1 Dekade

Redaksi Solopos.com  /  Rahmat Wibisono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Teknisi menunjukkan cara kerja mesin sablon komputer Freejet buatan Korea Selatan di Indonesia Grafika Expo Solo 2014 di Diamond Solo Convention Centre, Rabu (12/3/2014). Mesin sablon tersebut ditawarkan dengan harga Rp150 juta per unit. (Sunaryo Haryo Bayu/JIBI/Solopos)

Solopos.com, SOLO — Teknologi percetakan di Indonesia ketinggalan satu dekade jika dibandingkan negara tetangga. Hal ini karena Indonesia hanya sebagai user dan belum bisa mengembangkan teknologi.

Ketua pelaksana pameran Indonesia Grafika Expo Solo 2014 Ronny Budhyawan menyampaikan selama ini teknologi digital printing di Tanah Air kalah jika dibandingkan Singapura, Malaysia, China, bahkan India. Dia mengutarakan negara-negara tersebut mampu berkembang dengan pesat karena mampu mengembangkan teknologi grafika, terutama China.

Advertisement

“Yang membuat teknologi percetakan Tanah Air ketinggalan selain karena hanya sebagai user juga karena sumber daya manusia [SDM] dan rasa cepat puas yang dimiliki pengusaha,” papar Ronny kepada wartawan di sela acara pembukaan Indonesia Grafika Expo Solo 2014 di Diamond Solo Convention Center (DSCC), Rabu (12/3/2014).

Dia menerangkan harga mesin digital printing sangatlah mahal bahkan mesin second karena harganya sudah mencapai ratusan juta rupiah. Oleh karena itu, pengusaha biasanya merasa puas dan bertahan dengan mesin yang dimiliki karena memerlukan dana dan investasi yang besar untuk pembelian alat baru.

Padahal menurut dia, potensi Indonesia untuk mengembangkan industri grafika sangat besar karena memiliki sumber daya yang melimpah. Pemilik PT Widya Duta Grafika ini menyampaikan mesin yang dipamerkan pada gelaran kali ini memiliki teknologi lanjutan dengan mengedepankan kecepatan, kapasitas, print large format dengan resolusi tinggi dan mesin cetak yang dikombinasikan dengan ultraviolet.

Advertisement

Padahal menurut Ronny, saat ini di negara yang memiliki teknologi tinggi seperti Cina sudah dikembangkan mesin print on demand (POD), yang bisa mencetak meski hanya satu buku. Namun pengusaha di Indonesia yang memiliki mesin tersebut masih sangat terbatas, bahkan di Solo belum ada.

Diakuinya hal itu menjadi tantangan tersendiri karena tahun depan mulai diberlakukan pasar bebas. Namun, menurut dia, saat ini banyak pengusaha grafika yang mulai sadar akan tantangan tersebut. Oleh karena itu, saat ini banyak yang pengusaha yang mulai berinvestasi dengan membeli mesin digital printing. Pihaknya pun menargetkan transaksi senilai Rp25 miliar pada pameran yang dikuti 41 peserta kali ini.

Ketua PPGI DPC Solo, Kusmanto, menuturkan Solo merupakan kiblat industri percetakan. Dia pun berharap pameran tersebut bisa menjadi momen bagi DPC lainnya untuk maju. Kusmanto juga berharap pemerintah pun mendukung perkembangan bisnis grafika untuk menghadapi pasar bebas.

Advertisement

 

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif