SOLOPOS.COM - Tangan Iron Man Tawan. (Istimewa/Facebook)

Inovasi teknologi tangan Iron Man milik Tawan dinyatakan hoax.

Solopos.com, SOLO – Tangan “Iron Man” I Wayan Sumardana (Tawan) kembali memperoleh testimoni negatif. Kali ini, seorang doktor sistem syaraf yang mendatangi rumah Tawan mengaku sangat ragu dengan penjelasan teknologi canggih itu.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

“Setelah saya amati dengan seksama, terdapat keanehan pada peletakan “elektroda” di kepala Tawan, yang menurutnya menghantarkan perintah dari otak ke “mesin”, sehingga “tangan robot”nya bisa digerakkan,” tulisnya mantan mahasiswa berprestasi pada Universitas Andalas ini,” tulis dr Rizki Edmi Edison PhD di akun Facebooknya, seperti dikutip Solopos.com, Jumat (29/1/2016).

Pada kesempatan ini, Rizki mengaku menyesalkan ekspos besar-besaran yang dilakukan media terhadap teknologi itu. Rizki yang menyimpulkan kabar itu hoax mengaku tak habis pikir kenapa wartawan begitu mudah memberitakan penuturan orang tanpa melakukan investigasi terlebih dahulu.

Rizki adalah Director Neuroscience Center pada Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka.

Pada Kamis (28/1/2016) hari ini, doktor alumnus Jichi Medical University, Jepang tersebut, mengunjungi tempat tawan di Desa Nyuhtebel, Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem, Bali.
Di sana, dia menelaah karya Tawan yang kini dijuluki “Iron Man” dan Manusia Robot.

Pada kesempatan itu, Rizki juga mengaku terkejut dengan pengakuan sang istri tentang penyakit Tawan. Sebelumnya, Rizki mendengar Tawan mengalami stroke sampai akhirnya tangan kirinya tak bisa bergerak.

“ Tidak satupun dokter yang pernah berkata bahwa Tawan mengidap stroke. Para dokter yang memeriksanya – menurut pengakuan sang istri – malah berkata tawan tidak mengidap menyakit apapun,” tuturnya.

“Diagnosis” stroke hanyalah diungkapkan oleh Tawan dan istrinya sendiri karena mereka tidak tahu apa nama penyakitnya. “Ya kalau bukan stroke apa donk kalau tangan lemas begitu..?” kata sang istri dengan polos. Jujur, saya seketika tidak lagi berminat untuk bertanya lebih jauh,” lanjutnya.

Inilah penjelasan panjang lebar Rizki dalam status Facebooknya;

Akhirnya saya memutuskan untuk melihat langsung seperti apa “tangan robot” Tawan “Iron Man” pada hari ini di Bali, tepatnya di Banjar Tauman. Banyaknya informasi tentangnya membuat saya tidak terlalu sulit menemukan bengkel tempat ia membuat “Tangan Robot” tersebut. Sayang sekali, setelah melihat langsung “elektroda” yang ditempatkan di kepala dan “tangan robot”, saya bisa pastikan keseluruhannya hanyalah hoax semata..

Sekilas saat pertama sekali melihat sosoknya di 9gag.com, jujur saja saya langsung terpukau. Maklum, selama beberapa tahun menjalani pendidikan bedah saraf di Jepang, Brain Machine Interface merupakan salah satu topik yang digarap di sana. Jelas bukan perkara mudah. Namun, Tawan bisa membuatnya di bengkel sederhana miliknya meski hanya mengeyam pendidikan hingga STM.

Akan tetapi, keterpukauan saya semakin berkurang seiring banyaknya pemberitaan dan foto-fotonya saat menggunakan “tangan robot” tersebut. Saya bukanlah ahli di bidang elektronika ataupun mekanika, namun cukup paham dengan instrumen pencitraan otak. Oleh sebab itu, fokus saya hanyalah pada otak beserta “elektroda” di kepalanya. Setelah saya amati dengan seksama, terdapat keanehan pada peletakan “elektroda” di kepala Tawan, yang menurutnya menghantarkan perintah dari otak ke “mesin”, sehingga “tangan robot”nya bisa digerakkan.

Otak di dalam kepala manusia memiliki beberapa bagian yang berfungsi secara spesifik. Bagian otak yang bertugas “memberi perintah” agar tubuh bergerak berasal dari lobus frontalis (otak bagian depan), tepatnya di daerah precentral gyrus. Secara kasar, jika teman-teman membuat garis lurus dari lubang telinga ke puncak kepala, sepanjang itulah letak bagian otak yang bertugas “memberi perintah”. Kebetulan salah satu riset saya di Jepang adalah melihat perubahan kadar OxyHb menggunakan fNIRS (functional near-infrared spectroscopy) pada saat responden di beri perintah untuk membuat gerakan menggenggam dengan tangan secara periodik. Optoda fNIRS kami letakkan di daerah yang dari kulit kepala diperkirakan akan mengenai inverted omega (area pada Brain MRI yang berdasarkan homoculus cerebri merupakan tempat di mana tangaan akan membuat gerakan menggenggam). Bagi para dokter bedah saraf, jika melakukan motor evoked potential pada saat pengangkatan tumor otak, elektroda pun akan diletakkan langsung di cerebral cortex, tepatnya di daerah inverted omega tersebut. Seharunya elektroda diletakkan di tempat tersebut. Kalaulah hendak dikatakan “tangan robot” digerakkan dengan pikiran, maka elektroda harus diletakkan persis sekitar dua cm di atas alis, bukan mendekati dahi sebagaimana yang selama ini digunakan oleh Tawan. Dari satu penjelasan ini saja, secara teori dan praktik, apa yang terjadi pada “tangan robot” Tawan sangatlah tidak masuk akal.

Di berbagai macam media disebutkan bahwa Tawan mengidap stroke sejak enam bulan lalu? Benarkah? Umur Tawan barulah 31 tahun. Boleh dikata hampir tidak pernah saya temui seorang dewasa muda yang masih berumur 30-an tahun mengidap penyumbatan atau pecahnya pembuluh darah di otak. Karena penasaran, saya tanya langsung kepada istrinya (saya sekali Tawan tidak berada di tempat pada saat saya berada di sana tadi pagi) tentang siapa yang memberi tahu bahwa Tawan mengidap stroke. Jawabannya amat sangat sungguh mengejutkan. Tidak satupun dokter yang pernah berkata bahwa Tawan mengidap stroke. Para dokter yang memeriksanya – menurut pengakuan sang istri – malah berkata tawan tidak mengidap menyakit apapun. “Diagnosis” stroke hanyalah diungkapkan oleh Tawan dan istrinya sendiri karena mereka tidak tahu apa nama penyakitnya. “Ya kalau bukan stroke apa donk kalau tangan lemas begitu..?” kata sang istri dengan polos. Jujur, saya seketika tidak lagi berminat untuk bertanya lebih jauh.

Saat saya mencoba mengangkat “tangan robot” tersebut, memang cukup terasa berat alatnya. Wajar jika di salah satu media massa Tawan berkata terasa letih setelah memakainya. Semakin aneh, bagaimana mungkin orang yang “mengidap” lemah sebelah tangan mampun menahan beban berat “tangan robot” tersebut.

Secara pribadi, saya harus akui “kreativitas” Tawan patutlah diapresiasi. Keinginannya untuk membuat karya berbekal ilmu dan belajar otodidak jelas membuat saya angkat topi pada Tawan. Bombastisnya pemberitaan Tawan “Iron Man” juga sama sekali bukanlah salah Tawan. Toh, bukan dia yang meminta atau mengatur agar media mau meliput dirinya. Yang sangat saya sesalkan adalah, mengapa media massa, sekalipun sangat besar medianya, tidak melakukan investigasi terlebih dahulu dengan melibatkan para ahli yang sesuai dengan bidangnya sebelum memberitakan secara besar-besaran seperti saat ini? Bahkan sampai orang dengan jabatan menteri pun bisa “terpukau”.

Kita memang membutuhkan berita-berita yang membanggakan. Namun, sepertinya bukan dengan seperti ini cara yang ditempuh..

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya