SOLOPOS.COM - Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa, memantau proses pembayaran klaim simpanan nasabah BPR Utomo Widodo, Kabupaten Ngawi, di BRI Cabang Ngawi, Kamis (9/12/2021). (Madiunpos.com/Abdul Jalil)

Solopos.com, JAKARTA—Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menyoroti pentingnya keamanan siber dan manajemen risiko bagi regulator. Selain itu, ancaman siber juga menjadi ancaman bagi industri keuangan, tak terkecuali perbankan.

Mengutip Data Indonesia, sebanyak 5.212 kasus kebocoran data dialami berbagai industri di dunia pada 2021 dan industri keuangan jadi sektor paling sering diserang. Sementara itu, laporan Verizon menyebutkan industri keuangan menjadi yang paling banyak mengalami kebocoran data, yakni 690 kasus.

Promosi Keturunan atau Lokal, Mereka Pembela Garuda di Dada

Posisinya diikuti oleh industri profesional yang mengalami 681 kasus kebocoran data, disusul industri kesehatan mengalami 571 kasus. Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan bahwa keamanan siber memang menjadi perhatian besar saat ini.

Baca Juga Cukai Rokok Naik, Gaprindo: Permintaan Terpengaruh

Terlebih di saat para pelaku bisnis tidak sepenuhnya memahami risiko privasi data dan keamanan sibernya. “Kita perlu menguji keamanan sistem TI secara ketat dan sering, seolah-olah kita sendiri adalah peretas, memastikan kepatuhan terhadap undang-undang dan standar privasi data untuk mengurangi risiko peraturan, dan menerapkan forensik yang kuat ketika masalah datang,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Senin (7/11/2022).

Dia menambahkan lembaga atau organisasi penjamin simpanan sangat bergantung pada teknologi untuk operasi sehari-hari. Sejumlah informasi sensitif telah disimpan dan diproses secara digital, sehingga semakin banyak ancaman keamanan siber yang dihadapi.

Menurutnya, ancaman dan kerentanan keamanan siber yang berkelanjutan terhadap kami sebagai regulator telah menjadi perhatian utama. “Untuk mengelola risiko ini dengan lebih baik, sangat penting bagi lembaga kami untuk memperkuat manajemen risiko keamanan siber,” pungkasnya.

Baca Juga Tarif Cukai Rokok Resmi Naik 10% pada 2023 dan 2024

Oleh karena itu, LPS menjadi tuan rumah dalam forum internasional dalam kunjungan studi Asia Pacific Regional Committee International Association of Deposit Insurers (APRC IADI) ke-2. Peserta forum ini merupakan perwakilan otoritas penjamin simpanan dari negara masing-masing.

Di sisi lain, pelaku industri perbankan juga tak tinggal diam. Sistem keamanan digital dari berbagai aspek terus diperkuat agar kebocoran data tidak melulu hinggap di industri keuangan. Dihubungi terpisah, Sekretaris Perusahaan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) Aestika Oryza Gunarto mengeklaim bahwa pihaknya telah memiliki tata kelola yang mengacu pada standar internasional guna mengantisipasi serangan siber.

“BRI juga melakukan serangkaian tahapan pengecekan keamanan dari setiap teknologi yang akan digunakan sehingga dapat meminimalisir celah keamanan yang mungkin terjadi,” ujarnya.

Baca Juga Terus Tumbuh, Cukai Rokok Sumbang Negara Rp122,14 Triliun

Sementara itu, Sekretaris Perusahaan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (Bank Mandiri) Rudi As Aturridha mengatakan bahwa perseroan juga menerapkan pengamanan berlapis guna menjaga dan meningkatkan keamanan data pribadi nasabah.

Dia menyatakan Bank Mandiri setiap tahun mengalokasikan anggaran investasi untuk meningkatkan keamanan sistem maupun aplikasi perseroan. Alokasi yang digelontorkan disebut cukup besar untuk memperbaiki keamanan aplikasi bank.

 

Berita ini telah tayang di Bisnis.com dengan judul LPS Soroti Keamanan Siber dan Manajemen Risiko bagi Regulator

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya