SOLOPOS.COM - Balon Internet Google. (Istimewa/Google)

Project Loon Google dengan balon Google dinilai menjajah langit Indonesia. Pemerintah dituding memberi keistimewaan.

Solopos.com, JAKARTA — Technical Test Project Loon melalui Balon Google yang rencananya akan dilakukan Google di langit Indonesia, dinilai sebagai “penjajahan” jenis baru. Project Loon tersebut membuat Indonesia mudah termonitor oleh negara asing dan diyakini akan menghambat kreativitas anak muda Indonesia untuk mengembangkan inovasi di bidang teknologi informasi.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Pakar teknologi informatika, Roy Suryo, mengatakan Project Loon dari Google tersebut nantinya hanya akan mematikan kreatifitas anak muda di Indonesia dalam mengembangkan inovasi teknologi informasi. Selain itu, katanya, akan membentuk masyarakat Indonesia menjadi masyarakat konsumerisme.

“Google balon mempercepat kita untuk akses, itu betul, tapi kan mungkin ada inovasi misalnya semacam ada kreasi antena wajan dan kreasi lain yang dibuat anak-anak bangsa. Itu bisa jadi menjadi terlibas dengan adanya teknologi ini,” tutur Roy Suryo kepada Bisnis/JIBI di Jakarta, Senin (2/11/2015).

Selain itu, menurut Roy, jika Project Google Loon tersebut diterapkan, maka Indonesia akan menjadi negara dengan open sky policy. Karena dengan adanya Project Google Loon tersebut seluruh siaran televisi maupun siaran lainnya dari mancanegara dapat dilihat masyarakat di Indonesia tanpa ada filter.

“Cakrawala kita menjadi terbuka dan masyarakat Indonesia bisa dengan mudah menerima siaran dari mancanegara dan siaran yang diterimapun bisa kita dimonitor,” ujarnya.

Karena itu, Roy mengimbau kepada Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara untuk membuat regulasi yang cukup ketat jika berencana menerapkan Project Google Loon di Indonesia. Proyek Google Balon ini bekerja sama dengan tiga operator seluler di Tanah Air, seperti PT Telekomunikasi Seluler, PT Indosat Tbk, dan PT XL Axiata Tbk.

“Makanya perlu ada pengaturan, saya tidak perlu mengajari ikan berenang. Cuma saya berpesan jangan hanya berpikir soal hardwarenya saja untuk infrastrukturnya. Tetapi konten, software apalagi brainwarenya juga harus dipikirkan,” tukasnya.

Seperti diketahui, Project Google Loon tersebut sebelumnya telah diuji coba di sejumlah negara di antaranya adalah di Selandia Baru, Amerika Serikat, dan Australia pada spektrum 2.600 Mhz. Project Loon dari Google tersebut dimaksudkan untuk menjangkau daerah yang sulit untuk dibangun infrastruktur.

Di Indonesia, Project Loon tersebut juga akan diuji coba pada frekuensi 900 Mhz milik Telkomsel, XL, dan Indosat. Proyek itu untuk menjangkau lima titik wilayah Indonesia, di antaranya Sumatera, Kalimantan dan Papua Timur selama satu tahun.

Project Loon bertenaga matahari tersebut akan mengudara sekitar 20 km diatas permukaan laut dan berfungsi sebagai menara pemancar pada frekuensi 900 Mhz. Padahal, Indonesia sebelumnya juga telah memiliki proyek open source openBTS yang rencananya juga akan menggunakan frekuensi 900 Mhz. Namun pemerintah Indonesia memberikan keistimewaan kepada proyek balon udara dari negara asing dibandingkan proyek dalam negeri.

OpenBTS tersebut memiliki fungsi yang mirip dengan BTS, tapi bisa dibangun dengan modal lebih murah karena alat pengaturannya hanya berupa software. Selain itu sama seperti Project Loon, OpenBTS juga membutuhkan kerja sama berupa alokasi frekuensi dari operator telekomunikasi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya