SOLOPOS.COM - ilustrasi

ilustrasi

MARYLAND—Dalam kondisi normal, otak manusia dengan mudah mengenali sentuhan pada kulit. Meski terlihat sederhana, ternyata proses ini melibatkan alur yang rumit melalui sistem syaraf.

Promosi Nusantara Open 2023: Diinisiasi Prabowo, STY Hadir dan Hadiah yang Fantastis

Sejumlah ahli syaraf dari John Hopkins University School of Medicine AS, berhasil mengungkap alur tersebut melalui serangkaian uji coba. Hasilnya telah dipublikasikan dalam jurnal ilmiah Cell belum lama ini.

“Orang dapat merasakan sentuhan lembut pada sehelai rambut di lengan, tapi bagaimana mereka membedakan sumber sentuhan apakah dari hujan, cahaya atau kayu?” ujar ahli syaraf, Profesor David Ginty seperti dilansir Hopkinsmedicine.org, Rabu (11/1).

Ginty dan timnya mengembangkan alat untuk mempelajari sebuah sel syaraf. Menurut mereka, di kulit terdapat 20 kelas sel syaraf berbeda yang disebut mechanosensory. Sel syaraf tersebut merespons segala hal mulai dari perubahan suhu hingga rasa sakit. Namun, hanya ada enam sel syaraf yang berfungsi merespons interaksi cahaya. Satu-satunya cara untuk membedakannya adalah dengan mengambil rekaman elektrik setiap sel syaraf. Sel-sel tersebut diketahui memiliki arus listrik berbeda sesuai dengan fungsi yang dikerjakan.

Uji coba dilakukan pada seekor tikus yang telah direkayasa genetik untuk mengambil protein dari salah satu sel syarafnya. Para peneliti menemukan sel protein yang dinamakan C-type low-threshold mechanosensory receptor (C-LTMR) tersebut mengirimkan proyeksi ke 30 kelenjar rambut. Hasil percobaan tersebut menujukkan, 80% output C-LMTR berakhir di rambut yang tumbuh dominan pada tubuh tikus.

Para peneliti pun menyimpulan setiap rambut adalah organ mechanosensory yang unik. Mereka juga menemukan adanya pola dan jarak tertentu pertumbuhan rambut pada kulit.

Menurut mereka, terdapat sedikitnya 3.000 kolom di tulang belakang, di mana masing-masing kolom berhubungan dengan 100-150 kelenjar rambut. Kolom-kolom inilah yang diduga menjadi kunci proses interaksi sentuhan di kulit dengan otak.

Ginty menegaskan, meski percobaan dilakukan pada tikus yang memiliki banyak rambut tebal, namun hal tersebut juga berlaku untuk manusia dengan rambut tipis karena adanya beberapa struktur yang sama. “Penelitian dan alat yang kami kembangkan membuka peluang bagi peneliti lain untuk menggali cara otak merespons dengan sentuhan,” pungkas Ginty.(Harian Jogja/Galih Kurniawan)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya