SOLOPOS.COM - Ilustrasi media sosial (www.bacsense.com)

Serangan hacker sering menargetkan pengguna media sosial Indonesia.

Solopos.com, JAKARTA — Indonesia dengan populasi penduduk lebih dari 250 juta jiwa bukan hanya peluang manis buat para panjaja produk, tapi juga dilirik oleh penipu dunia maya. Bahkan para penipu Internet tersebut memanfaatkan berbagai peluang yang ada, termasuk menggunakan media sosial.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Director Systems Engineering ASEAN Symantec, Halim Santoso, mengatakan media sosial masih menjadi target idaman para peretas. Dalam data Internet Security Threat Report Symantec, Indonesia menduduki peringkat ke-45 di tingkat global dalam hal penipuan media sosial.

Sedangkan untuk wilayah Asia Pasifik dan Jepang, Indonesia menduduki peringkat ke-10. Salah satu faktor pendukung terjadinya hal tersebut adalah besarnya ketertarikan masyarakat terhadap media sosial.

“Indonesia memiliki populasi online yang besar, terlebih lagi memiliki pengguna media sosial yang banyak. Sehingga mudah ditargetkan,” ungkap Halim seperti dikutip dari Liputan6.com, Rabu (20/4/2016).

Lebih lanjut, Indonesia ternyata menduduki posisi ke-13 di Asia Pasifik untuk serangan ransomware dengan 14 serangan setiap harinya. Para dalang di balik ransomware, meminta uang tebusan kepada pengguna yang komputernya terinfeksi oleh malware tersebut.

Ransomware sendiri terus mengalami peningkatan pada tahun lalu. Dengan gaya serangan crypto-ransomware, serangannya mengalami peningkatan sebesar 35% dengan total sebanyak 362.000. Ransomware tidak hanya menyerang PC. Pada tahun lalu, serangannya telah menyebar luas hingga ke smartphone, sistem Mac dan Linux.

500 Juta Data Pribadi Dicuri

Jumlah data informasi pribadi yang dicuri atau hilang tahun lalu sampai setengah miliar lebih menurut perkiraan konservatif perusahaan keamanan siber global, Symantec.

“Kelompok serangan kriminal canggih kini menunjukkan rangkaian keahlian penyerang nation-state. Mereka memiliki sumber daya besar dan staf teknis yang sangat terampil dan efisien,” kata Halim Santoso, saat memaparkan laporan terbaru, seperti dikutip dari Antara, Rabu.

Perkiraan jumlah data yang hilang didapat saat 429 juta identitas terekspos, dan perusahaan yang memilih untuk tidak melaporkan jumlah datanya yang hilang melonjak 85%. “Meningkatnya jumlah perusahaaan yang memilih untuk menahan rincian penting setelah pelanggaran terjadi adalah tren yang meresahkan,” ujar Halim.

Menurut laporan ancaman keamanan Internet dari perusahaan keamanan itu, para penyerang mengadopsi praktik-praktik terbaik dan membangun bisnis profesional guna meningkatkan efisiensi serangan terhadap perusahaan dan konsumen. “Kami bahkan melihat para penyerang kriminal tingkat rendah membuat call center untuk meningkatkan dampak penipuan,” kata Halim.

Kelas baru penjahat siber profesional, menurut dia, memperluas jangkauan ancaman terhadap perusahaan dan konsumen, serta memicu pertumbuhan kejahatan daring.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya